Mencuri istri orang versi suku wodaabe sangat menyita perhatian saya saat menonoton taboo di tv kabel. betapa tidak, dalam kehidupan sekarang ini, apakah terpikirkan jika hal tersebut benar tejadi? seperti yang kami kutip dari surabaya post online, Sekelompok laki-laki berpostur ramping dengan garis wajah simetris berdiri berjajar sambil menari menirukan gerakan burung bangau. Para lelaki itu semuanya mengenakan makeup tanah liat berwarna mencolok, rata-rata kombinasi warna merah, kuning, dan putih.
Begitu tebalnya makeup para lelaki itu, sehingga wajah mereka seakan mengenakan topeng. Bibir mereka juga bergincu tebal, sebagian di antaranya ada yang mempertegas riasan di bagian wajah dengan gigi putih. Sekalipun tak menutup seluruh tubuh ramping para lelaki itu, namun pakaian yang mereka kenakan cukup berkilau. Aksesoris terbuat dari manik-manik makin menambah gaya penampilan kaum pria setengah telanjang itu, kontras dengan kulit mereka yang hitam legam.
Ya, para laki-laki itu adalah pemuda-pemuda suku Wodaabe yang hidup di Gurun Sahara kawasan Niger, Afrika. Di hadapan dewan juri yang semuanya adalah wanita, pemuda-pemuda Wodaabe itu betah menari berjam-jam untuk menarik perhatian dan berusaha menjadi pemenang.
“Mereka sedang mengikuti festival ketampanan yang dinamakan Gerewol. Itu untuk menghormati kesuburan dan air di wilayah pinggiran Sahara Afrika yang kering,” tutur Mette Bovin, antropolog Denmark yang meneliti suku Wodaabe sejak tahun 1970. Mungkin sahabat anehdidunia.com sudah sering membaca hal ini yang sering diberi judul kontes kegantengan atau apalah di blog lain. Kemudian, warna-warna mencolok yang mereka pakai adalah warna simbolis, lanjut Bovin. Merah kekuningan di wajah dikaitkan dengan darah dan kekerasan, hanya bisa dipakai untuk acara tertentu.
Sedangkan tanah liat kuning yang digunakan sebagai makeup wajah, merupakan warna sihir dan menyimbolkan perubahan. “Sementara warna hitam yang dipakai untuk menggelapkan bibir dan mempertegaskan mata adalah warna favorit suku Wodaabe, terutama karena sangat bertentangan dengan warna putih, yang mereka anggap sebagai warna simbol kehilangan dan kematian,” kata Bovin, penulis buku Nomads Who Cultivate Beauty.
Dia menambahkan, agar semakin bagus, maka gincu bibir harus dibuat dari tulang burung bangau. Mereka lantas menyanyi dengan menggetarkan bibir dan menari ala burung bangau. “Lipstik bangau” itu diharapkan dapat membuat mereka benar-benar menjiwai unggas yang menurut suku Wodaabe, adalah lambang karisma dan keagungan.
Lantas, apa hadiah bagi pemenang festival ganteng-gantengan itu? Hadiahnya adalah menjadi kekasih dewan juri. Ya, para wanita yang tergabung dalam dewan juri, masing-masing memilih jagoannya lantas berwenang memacari “sang jago”, sekalipun mereka sudah bersuami atau memiliki kekasih laki-laki lain.
Tetapi perjodohan model selingkuh-selingkuhan seperti itu tidak hanya terbatas antara juri dan juara. "Anda menari Gerewol untuk mendapatkan kekasih, meskipun anda harus mencuri istri orang lain," kata Djao, seorang peserta Gerewol. Djao melanjutkan, dia bertemu istri keduanya, Tembe pada Gerewol yang diadakan sebelumnya. "Anda dapat menikahinya atau berpacaran." Di bagian lain, Tembe juga sedang mencari pasangan. "Saya sudah melihat tiga pria yang saya sukai."
“Adat suku Wodaabe memang tidak mempermasalahkan jika ada warganya yang mengesampingkan janji pernikahan di Gerewol, untuk sementara waktu atau selamanya,” kata Direktur Human Planet BBC, Tuppence Stone. "Pernikahan pertama diatur saat pria dan wanita masih sangat muda, jadi Gerewol adalah kesempatan untuk berpacaran," lanjutnya. Kebudayaan Wodaabe tidak mengenal poligami. Menikahi pasangan baru berarti meninggalkan yang lama. Sementara di acara taboo di kabel tv menjelaskan bahwa jika si juri yaitu si wanita sudah memilih pria yang disukai, meraka akan mengadakan perjanjian untuk bertemu secara sembunyi tanpa sepengetahuan si suami. jika hal tersebut terjadi, maka mungkin akan terjadi pertumpahan darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar